Nisa’s Journey : Antara UGM & Program PMM

Impian Jadi Gamada Kini Pupus Sudah

Semuanya berawal dari kegagalanku mengikuti seleksi penerimaan Perguruan Tinggi Negeri. Kala itu aku tengah duduk di bangku kelas XII di SMK Farmasi Apipsu Medan. Selayaknya siswa kelas XII pada umumnya, aku pun sibuk menentukan PTN mana yang nantinya akan menjadi tempatku untuk menyelesaikan Program Sarjanaku. Diriku di tahun itu sangat terobsesi untuk bisa menempuh Pendidikan di UGM. Sejak awal kelas XII aku sangat rajin mencari informasi seputar UGM, informasi apapun itu bagiku sangat penting bahkan hanya sekedar informasi bahwa pihak UGM mempunyai julukan bagi para mahasiswanya yaitu GAMADA yang merupakan singkatan dari Gajah Mada Muda. Mereka bertanya “Kenapa harus UGM? Ada apa disana?”. Entahlah, aku pun tak tau alasan pastinya. Tapi bagiku UGM, Jogja, Pulau Jawa dan segala keistimewaannya bagai zat adiktif.

Pada akhir semester kala itu, aku dinyatakan sebagai salah satu siswa eligible yang berhak mengikuti seleksi SNMPTN. Senyum sumringah mulai terukir, aku mulai membayangkan bagaimana kegiatan perkuliahanku di UGM nanti. Namun siapa sangka bahwa semuanya tak semudah itu, aku terhalang izin dari orang tua untuk memilih UGM sebagai PTN pilihanku di SNMPTN. Sebagai anak yang tak pernah jauh dari orang tua tentunya itu adalah hal yang wajar aku terima. Kalau ditanya kecewa ya sudah pasti sangat kecewa, namun aku tidak ingin bersedih begitu saja karena aku masih punya kesempatan memilih PTN lainnya. Dan saat itu aku memilih USU. Namun sepertinya memang Allah belum memberiku kesempatan untuk membiarkanku berkuliah di sana. Aku kembali mencoba peruntunganku di SBMPTN, dan lagi-lagi aku masih terhalang izin orang tua untuk memilih UGM dan juga tetap dinyatakan tidak lolos seleksi. Kecewa kembali mendatangiku, merutuki diri dan bertanya-tanya dimana letak kekuranganku sehingga aku kembali gagal.

Aku memutuskan untuk Gap Year dan berencana kembali mengikuti SBMPTN di tahun berikutnya. Di kali kedua aku mengikuti SBMPTN akhirnya aku mendapatkan izin untuk memilih UGM sebagai PTN tujuanku, tapi aku yakin izin itu tidak sepenuhnya diberikan, aku yakin pasti masih ada secuil ketidakrelaan mereka ketika andai saja aku dinyatakan lolos seleksi. Dan benar saja, lagi-lagi aku harus merasakan kegagalan untuk kesekian kalinya. Impian jadi Gamada kini pupus sudah. Meski berkali-kali merasakan kegagalan tak membuatku putus semangat, bagaimana pun hidup harus tetap berjalan, bukan?. Aku pun akhirnya mendaftarkan diri di Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah Medan. Di sanalah nantinya kisahku akan terus berlanjut yang nantinya kampus itu yang akan menghantarkanku untuk meraih gelar impianku. 

Aku dan Teman-Teman Nusantaraku

Pada awal 2023, aku mendapatkan informasi bahwa Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka membuka pendaftaran pada program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Batch 3. Awalnya aku tidak tahu menahu tentang program PMM. Berdasarkan informasi dari kating selaku alumni program PMM 2 lalu dan juga informasi yang ku dapatkan dari internet barulah kemudian aku mengetahui bahwa program Pertukaran Mahasiswa Merdeka merupakan sebuah program mobilisasi mahasiswa selama satu semester untuk mendapatkan pengalaman belajar di Perguruan Tinggi di Indonesia sekaligus memperkuat persatuan dalam keberagaman. Aku pun antusias untuk menyiapkan seluruh berkas yang diperlukan untuk mengikuti seleksi program PMM tersebut. Berdasarkan hasil seleksi pendaftaran Program PMM, Selamat kamu dinyatakan “LOLOS” menjadi peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka 3 Tahun 2023 di Universitas Jenderal Soedirman. Begitulah kalimat yang kuterima di awal Juni 2023, tangis haru menyelimutiku malam itu. Meskipun bukan di UGM, setidaknya aku berkesempatan untuk merasakan perkuliahan sekaligus mengenal kebudayaan Nusantara di pulau Jawa. Pada awal Agustus 2023, Kualanamu International Airport menjadi saksi begitu banyak tangis yang pecah kala harus berpisah sementara dengan orang terkasih. Di hari yang sama aku dapat memijakan kaki dan menghirup udara Jogja. Bersama dengan total 196 mahasiswa peserta PMM 3 Unsoed bergerak meninggalkan Yogyakarta International Airport dan menuju ke Universitas Jenderal Soedirman yang berada di kota Purwokerto yang memakan waktu sekitar 4-5 jam perjalanan dengan bus. Di sanalah My PMM Journey dimulai. Pada Program PMM, kita tak hanya dapat berkuliah di perguruan impian kita namun juga bisa mengenal keberagaman yang ada di Nusantara kita. Untuk mempermudah pelaksanaan berbagai kegiatan selama PMM, pihak koordinator PMM Unsoed membagi kami menjadi 8 kelompok yang masing-masing kelompok diberi nama sesuai ciri khas daerah Purwokerto. Baturraden, Mendoan, Sekar Surya, Dieng, Ngapak, Slamet, Satria dan Sroto Sokaraja. Nama-nama tersebut merupakan nama dari total 8 kelompok pada program PMM 3 Unsoed. Program PMM memiliki kegiatan wajib setiap akhir pekan yang dikenal dengan “Modul Nusantara”. Kegiatan Modul Nusantara sendiri kemudian dibagi menjadi 4 kategori kegiatan yaitu Kebhinekaan, Refleksi, Inspirasi dan Kontribusi Sosial. Kegiatan Kebhinekaan mencakup seluruh kegiatan dalam hal mengenal keanekaragaman Indonesia mulai dari adat istiadat, kesenian, makanan khas, dan segala hal yang berhubungan dengan keberagaman Nusantara. Kemudian, Refleksi adalah bentuk kegiatan lanjutan dari kegiatan kebhinekaan yang sudah dilakukan sebelumnya.

Pada kegiatan refleksi nantinya kita akan berdiskusi dengan seluruh anggota kelompok beserta dosen modul nusantara tentang apa saja yang sudah kita dapat dan pelajari di kebhinekaan sebelumnya. Untuk kegiatan Inspirasi, nantinya kita akan berdiskusi dengan tokoh-tokoh inspirasi yang ada di daerah tempat kita menjalankan program PMM. Salah satu tokohnya seperti Najwa Syihab, Andy F Noya a.k.a Kick Andy, Maudy Ayunda dan tokoh-tokoh inspiratif lainnya. Kegiatan terakhir yang harus kita lakukan adalah Kontribusi Sosial, dimana pada kegiatan tersebut kita harus terjun ke masyarakat sekitar baik itu ke Panti Asuhan, Panti Wredha, ataupun ke sekolah-sekolah yang dirasa memerlukan pembenahan.

Program PMM membuatku dapat merasakan Culture Shock dalam banyak hal. Bagaimana tidak, aku yang notabenenya lahir dan besar di Sumatera kemudian harus tinggal di pulau Jawa untuk satu semester yang artinya selama itu pula aku harus beradaptasi dengan semua yang ada di sini. Mulai dari masakan yang cenderung manis, makan soto pakai ketupat, getuk yang digoreng dan logat ngapak yang kadang membuatku bingung. Di sana aku mengenal dan berteman dengan 196 mahasiswa dari Sabang sampai Merauke yang masing-masing dari mereka memiliki keunikan dan ceritanya masing-masing. Dari mereka aku juga belajar banyak tentang keanekaragaman Nusantara. Program PMM tak hanya sekedar mobilisasi perkuliahan lintas pulau, tapi juga memungkinkan kita untuk dapat merasakan perkuliahan dari Perguruan Tinggi Negeri ke Perguruan Tinggi Swasta ataupun sebaliknya. Hal tersebut yang membuatku kerap kali merasakan Learning Shock dengan sistem Pendidikan di sana terkhusus seperti kasusku yang melakukan mobilisasi perkuliahan dari Perguruan Tinggi Swasta ke Perguruan Tinggi Negeri. Hal tersebut tak cukup membuatku putus semangat, tetapi justru menjadi batu loncatan untuk terus beradaptasi dan melakukan yang terbaik selama mengikuti perkuliahan di sana agar kelak aku dapat menceritakannya sebagai sebuah memori yang sangat berharga.

Bertukar Sementara, Gamon Selamanya

Seperti pepatah yang mengatakan bahwa pertemuan itu berteman erat dengan perpisahan. Maka hal yang paling menyakitkan dari sebuah pertemuan adalah perpisahan. Terkadang kami bertanya-tanya kenapa program PMM hanya berlangsung selama 1 semester? Kenapa kami harus berpisah di saat kami sudah saling menyayangi. Mungkin memang tujuan program PMM seperti itu. Sesuai dengan slogannya “Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya” maka dengan itu kami hanya diizinkan untuk bertukar sementara bukan selamanya. Pada pertengahan Desember 2023, seluruh peserta program PMM 3 Unsoed melakukan Festival Budaya yang menjadi akhir dari kegiatan dan seluruh kisah kami di Purwokerto. Senyum yang dengan terpaksa harus kami tebarkan sepanjang kegiatan. Seluruh peserta menampilkan tarian dan drama yang menjadi penampilan terakhir dari mereka dan daerah asal mereka. Di sana kita dapat melihat 196 mahasiswa memakai pakaian adat dari daerah masing-masing yang sekaligus mencerminkan keanekaragaman budaya yang ada di Nusantara. Mendung tak dapat dibendung, kini pecah sudah tangis dari seisi ruangan yang menandakan begitu sakitnya perpisahan yang akan datang 2 hari kedepan. Masing-masing dari kami memberikan pelukan terhangat sekaligus pelukan terakhir yang mampu diberi. Akhir yang paling kami benci ialah saat kami harus menggaungkan slogan kami “Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya” kalimat tersebut awalnya sangat kami banggakan namun kini berubah menjadi yang paling kami hindari. Bagaimana tidak, kalimat itulah yang menandakan bahwa kami benar-benar sudah selesai. Tibalah hari perpisahan itu. Kala itu pukul 00.00 dini hari, kami berkumpul di rektorat dan disana sudah terdapat 5 bus terparkir yang siap sedia mengantarkan kami ke tempat kami tiba pertama kali yaitu Yogyakarta International Airport. Malam itu sedang gerimis seolah langit Purwokerto ikut bersedih atas kepergian kami. Lagi dan lagi memberikan pelukan yang dibarengi dengan ucapan terima kasih dan maaf. Terima kasih karena sudah menjadi teman dan saudara selama di perantauan, maaf jika masing-masing dari kami memiliki kesalahan. Satu persatu bus mulai meninggalkan rektorat dan menuju tempat yang menjadi awal dan akhir dari cerita kami. Setibanya di YIA, kami bergegas menuju terminal keberangkatan sesuai tiket kepulangan yang udah di tangan. Masing-masing dari kami memasuki pesawat yang akan mengantarkan ke daerah asal kami. Dari atas ketinggian aku memandang ke bawah sambil menyadari bahwa kisah PMM ku kini benar-benar selesai. Berbekal foto studio terakhir dengan teman-teman Nusantaraku, sambil bergumam “akankah kita bertemu lagi?”.

Kini aku pun telah kembali ke Kota Bika Ambon, di ujung sana aku dapat melihat ayah dan bunda yang sudah siap sedia memelukku hangat. Haru namun hambar yang aku rasakan saat itu. Hambar karena kini aku tak dapat melihat mereka yang ku sebut teman-teman Nusantaraku. But, life must go on, right? Aku pun kini mulai berdamai dan menerima kenyataan bahwa teman-teman Nusantaraku hanya mampu ku lihat dari layar ponsel. Melalui daily update mereka aku dapat melihat kegiatan dan aktivitas terbarunya. Kini, sudah tak terdengar lagi slogan yang dulunya kami gaungkan dengan lantang. Barangkali seluruh peserta Program PMM di seluruh Indonesia sepakat bahwa slogan “Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya” akan lebih tepat jika diganti dengan “Bertukar Sementara, Gamon Selamnya”.

Setelah program PMM benar-benar selesai, kini aku pun kembali menjalani kegiatan perkuliahan di Perguruan Tinggi tempatku nantinya akan memperoleh gelar yang kuimpikan. Selayaknya mahasiswa Farmasi pada umumnya, kegiatan perkuliahanku dipenuhi dengan praktikum dan laprak yang cukup menyibukkan. Disela-sela kesibukan, terkadang aku teringat dengan betapa indahnya kisah PMM ku dan hal itu yang mampu sedikit menghilangkan penat atas seluruh kegiatan perkuliahanku. Akhir kata, aku ingin berterima kasih kepada ayah dan bunda yang sudah memberi kepercayaan padaku untuk dapat mengikuti program PMM, dan juga berterima kasih kepada mas Menteri yaitu Nadiem Makarim yang telah mengadakan program PMM ini. Berkat program PMM, aku mendapat banyak hal yang mungkin tidak aku dapatkan jika tidak mengikuti PMM.

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts